ADHD Series : Kapan Anak ADHD Siap Sekolah?

 

Image by Tara Winst on Pexels

Sejak saya terbuka soal keadaan Altaz (sekarang 12 tahun) dengan ADHD-nya, banyak sekali pesan yang masuk ke DM Instagram, Messenger atau WhatsApp. Beberapa di antaranya memang tentang sekolah. Jadi insya Allah cerita kali ini soal kesiapan sekolah anak dengan ADHD 😊.

Kapan Sih Anak ADHD Siap Sekolah?

Banyak orang tua dari anak ADHD yang risau akan perkembangan akademis anak-anaknya. Kecemasan apakah anak bisa mengikuti pelajaran di sekolah ternyata jauh lebih dominan ketimbang kecemasan tentang kesiapan anak bersekolah. 

Jujur saja, itu juga yang menghantui pikiran saya ketika usia Al waktu itu masuk usia 6 tahun tetapi belum ada satu sekolah pun yang mau menerima Al. Waktu itu Al baru saja dikeluarkan dari satu TK tempatnya bersekolah setahun ke belakang. Alasannya karena sekolah sudah tidak mampu meng-handle Al dan ADHD-nya. Tapi itu kisah lain yang nanti akan saya ceritakan di postingan lain, insya Allah. 

Saya bisa memahami ada tuntutan sosial yang mau nggak mau kita hadapi soal sekolah ini. Masyarakat kita memang masih belum paham betul bahwa ada kondisi tertentu pada anak yang tidak bisa dipukul rata. 

Saya juga bisa memahami bagaimana kerisauan dan kecemasan Ayah dan Bunda soal pendidikan anak ADHD. Tapi mari kita ambil jeda, apakah kita tega membiarkan anak kita masuk ke sekolah dengan kondisi belum siap dan matang? 

Menurut saya (maafkan kalau ada yang tidak setuju tapi ini REALITA), menyekolahkan anak ADHD ketika dia belum siap hanya akan membuat kita lelah, anak kita juga lelah dan buang-buang uang dan waktu. Karena itu yang saya alami selama satu tahun Al masuk ke TK A. 

Iya, maksudnya memang baik. 
Supaya anak mengenal lingkungannya, supaya anak bisa bersosialisasi atau supaya anak dibiasakan sejak dini. 

Tapi masalahnya adalah...bagaimana anak bisa bersosialisasi dan aware terhadap lingkungannya kalau dia sendiri belum memahami dirinya sendiri. Sama saja seperti meminta seseorang untuk menyetir kendaraan sementara dia belum bisa menyetir dengan baik dan tidak punya SIM. 

Tentu saja jawabnya ketika dia SIAP dan MATANG untuk bersekolah. 😅😅😆😆


Image by Yankrukov on Pexel

Siap dan matang dalam hal apa dulu, nih? Tentu siap dan matang secara TUNTAS SENSORI-MOTORIK. Sebetulnya hanya ini saja sih kuncinya 😘. Tapi jalannya berliku, mendaki gunung melewati lembah 😭.

Sebetulnya apa sih yang namanya tuntas sensori-motorik itu?

Seseorang dikatakan tuntas sensori-motorik ketika ia memiliki ketuntasan tahap perkembangan sensori-motorik yang optimal. 

Kenapa Harus Tuntas?

Karena sensori-motorik adalah pondasi dasar dari segala perkembangan seorang anak yang akan dibawa hingga dia dewasa nanti. Pernah nggak menemui seseorang yang sering pusing ketika berkendara? Atau seseorang yang mudah merusak benda-benda secara tidak sengaja, atau bahkan mudah tersandung saat berjalan kaki atau mudah menumpahkan minuman. 


Image by Tatiana Syrikova on Pexel


Meskipun tidak semua, namun banyak dari masalah semacam itu yang disebabkan oleh ketidaktuntasan dari masalah sensori-motorik ketika masa kanak-kanak. Bahkan masalah mengontrol emosi, menulis dan berbicara adalah sebagian dampak dari tidak tuntasnya masalah sensori-motorik yang seharusnya sudah dituntaskan saat usia dini. 

Nah, seperti kita sama-sama tahu, bagaimana anak ADHD beraktivitas kan? Prilakunya tanpa rencana alias impulsifnya masih meledak-ledak, dia tidak nyaman dengan tubuhnya sendiri sehingga dia juga kesulitan memahami lingkungannya. 

Bayangin tuh dengan kondisi seperti itu, apakah menurut Ayah dan Bunda dia siap untuk bersekolah? 

Percayalah saya sudah pernah mengalami hal tersebut. Mengejar anak yang berlari ke sana ke mari, sibuk menghalangi agar dia tidak memukul temannya dan di akhir hari anak tidak mendapatkan apa-apa. Tidak juga stimulasi yang dia butuhkan. 

Saya jadi kelelahan secara fisik dan emosional, begitu juga dengan Al yang tentu kena omelan saya padahal dia belum bisa mengendalikan emosi dan dirinya sendiri. 


Memangnya Bagaimana Sensorik-Motorik Bisa Berpengaruh?

Source: https://otplan.com/pyramid-of-learning/



Mari kita lihat pyramid of learning di atas. Piramid ini adalah gambaran visual dari sebuah proses belajar yang terjadi di dalam tubuh kita yang mengarah pada proses belajar. 

Di paling dasar adalah sistem integrasi (sistem sensorik-motorik) sebagai PONDASI PALING DASAR (atau modal utama) seorang anak mengalami proses belajar. Ada sistem taktil (perabaan), vestibular ( kemampuan mengelola reaksi tubuh terhadap gravitasi), proprioseptif (kemampuan mengelola otot sendi & menetapkan posisi tubuh dalam ruang), olfaktori dan gustatori (kemampuan mengelola sensasi kimiawi dan berfungsi memonitor substansi kimiawi di luar tubuh), auditori (kemampuan merasakan, membedakan dan memilah bunyi agar memahaminya) dan visual (kemampuan mengidentifikasi dan menginterpretasikan rangsangan visual). 

Sistem sensorik-motorik ini berpengaruh banget agar anak ADHD memahami emosinya, meregulasi dirinya kapan dia boleh bergerak aktif dan kapan saatnya dia duduk anteng dan menyimak sesuatu yang penting (stimulasi atau pelajaran, misalnya). 

Percayalah, Ayah-Ibu, aspek akademis yang selama ini kita cemaskah sesungguhnya mudah dikejar ketika pondasi dasar ini sudah terbangun dengan kokoh. 

Tapi ketika kita paksakan anak untuk sekolah dan mengejar prestasi akademis sementara pondasinya belum kokoh, ya sia-sia saja nantinya. Seperti menulis di atas air, nggak ada bekasnya kan?

Lihat deh di ujung piramid di atas. Ke mana ujungnya? Aspek kognitif (intelect) yang di dalamnya ada prestasi/kemampuan akademis, aktivitas sehari-hari dan prilaku. 

Mudahnya : benerin dulu dasarnya, kokohkan dulu pondasinya, insya Allah semua akan mengikuti. 

Dan insya Allah selama hampir tujuh tahun ini saya dan suami berjuang mengkokohkan pondasi ini. Hasilnya? Alhamdulillah Al (12 tahun di bulan September nanti) sudah mandiri, sekolah tanpa guru pendamping, bisa mengikuti study tour tanpa didampingi orangtua di Jakarta dan yang sedang kami nantikan adalah DICABUTNYA STATUS ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dari sekolah. 


Apa Yang Harus Dilakukan?

1. Minta pendapat profesional 
Saya ingat betul ketika saya dan suami merasa Al belum waktunya masuk ke sekolah dasar. Usianya memang sudah cukup, tapi saya merasa ada "sesuatu" yang belum tuntas. Memaksakannya masuk ke SD hanya akan mengubah semua hal yang sudah kami bangun sebelumnya. 

Supaya pendapat kami punya dasar yang kuat, akhirnya kami meminta pendapat psikolog yang selama ini menangani Al. Dan betul saja, ada beberapa aspek yang memang membuat Al belum siap. 

Image by Yankrukov on Pexels



Aspek yang biasanya dilihat dari perkembangan anak adalah:

  • Aspek Kognitif
  • Aspek Sosial-Emosional
  • Aspek Sensorik-Motorik
  • Aspek Bahasa dan Komunikasi
  • Aspek Moral

2. Jangan Paksakan Anak Jika Memang Belum Siap
Ketika Ayah atau Ibu merasakan bahwa anak belum siap -begitu pula pendapat profesional (psikolog)- untuk sekolah, maka saya mohon, sebaiknya ditunda saja. Ayah Bunda bisa memilih homeschooling dan memperbanyak stimulasi yang bisa membangun sistem sensorik-motoriknya agar lebih optimal. 

3. Tentukan Goal Baru dan Mulai Dari Sekarang
Ingat, tujuan treatrment pada anak ADHD adalah bukan membuatnya anteng, diam dan menjadi penurut. Tetapi  supaya anak kita bisa mengoptimalkan aspek-aspek tadi agar dia bisa beraktivitas dengan baik di daily basisnya. 

Ketika masih banyak sistem sensorik-motorik yang belum optimal, lebih baik ubah goals kita untuk fokus di sana. Sambil sesekali mengajak anak untuk mengenalkan anak pada lingkungan sekitar.

Ada banyak kegiatan bermain yang punya dampak besar pada perkembangan sistem sensorik-motoriknya. Ayah Bunda bisa membuat jadwal kegiatan sesuai dengan goals yang ingin dicapai. 


4. Jangan Pedulikan Gengsi dan Omongan Buruk Orang Lain
Ketika saya dan suami memutuskan untuk menunda memasukkan Al ke sekolah dasar, banyak yang memprotes keputusan kami. Ada yang mengatakan bahwa kami tidak mau mengenalkan anak pada dunia di luar sana, tidak mau mengajak anak bersosialisasi, tidak mengenali potensi anak dan sebagainya. 

Memang luar biasa ya para komentator ini 😀.


Image by Casper Somia on Pexels



Tapi karena saya keras kepala dan bertekad kuat (dan sudah punya dasar ilmiah yang kuat dari psikolog, terapis dan dokter tumbuh kembang) saya berusaha keras untuk tidak peduli dengan komentar orang lain. ~well, sebetulnya bukan betul-betul orang lain sih, hehehe

Waktu itu saya berpikir bahwa yang menjalani ini semua kan saya dan anak saya, bukan mereka yang hanya bisa berkomentar hanya dari secuil kehidupan kami. Kalaupun saya ikuti saran mereka dan menyekolahkan Al ke sekolah dasar kemudian ternyata kami kesulitan (karena masalah ketidaksiapan tadi), apakah mereka mau menanggungnya bersama kami?

Nggak kan?

Atau ternyata apa yang sudah kami bangun untuk mengokohkan pondasi tadi ternyata runtuh karena saran mereka, siapa yang merasakannya, menanggungnya? Bukan mereka kan?

So, sorry not sorry, saya lebih percaya sama dasar ilmiah daripada gengsi dan omongan orang lain 😝.

Jadi begitu ya, Ayah dan Bunda. 

Ini sekadar catatan dan saran pribadi, tentu saja yang paling tahu kondisi anak ADHD adalah Ayah Bunda sendiri. Terus bekerja sama dengan profesional yang sudah menangani ananda. 

Sampai ketemu di tulisan tentang Sensori Integrasi.

Salam, 

Dyah Prameswarie

Komentar